Feb 11, 2011

Akhlak Sesama Muslim

Diantara akhlak terpenting terhadap sesama Muslim adalah :



1. Memberi bantuan harta dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

Rasulullah SAW bersabda :

“ Barangsiapa berada dalam kebutuhan saudaranya, maka Allah berada dalam kebutuhannya, dan barangsiapa menghilangkan satu kesusahan dari oarng Muslim dari berbagai kesusahan dunia, maka Allah menghilangkan darinya satu kesusahan dari berbagai kesusahan pada hari kiamat.”



2. Menyebarkan salam

Rasulullah SAW bersabda :

“ Kalian tidak masuk surga sehingga kalian beriman, dan kalian tidak beriman sehingga kalian saling mencintai. Maukah kuberitahukan sesuatu kepada kalian, jika mengerjakannya kalian saling mencintai ? Sebarkanlah salam.” (HR. Muslim)



3. Menjenguknya jika ia sakit

Rasulullah SAW bersabda :

“Jenguklah orang yang sakit, berikanlah makanan kepada orang yang kelaparan serta bebaskanlah kesukaran orang yang mengalami kesukaran.” (Diriwayatkan Bukhari)



4. Menjawabnya jika ia bersin

Rasulullah SAW bersabda :

“ Jika salah seorang diantara kalian bersin, hendaklah mengucapkan, ‘Alhamdulillah’, dan hendaklah saudara atau sahabatnya menjawab, ‘Yarhamukallah’, dan hendaklah dia (yang bersin) mengucapkan. ‘ yahdikumullah wa yuslihu balakum’.”




5. Mengunjunginya karena Allah

Rasulullah SAW bersabda :

“ Barangsiapa menjenguk orang sakit atau mengunjungi saudaranya karena Allah, maka ada penyeru yang menyerunya, ‘Semoga engkau bagus dan bagus pula perjalananmu, serta engkau mendiami suatu tempat tinggal di surga’.” (HR. Ibnu Majah dan At-Tirmidzi)



6. Memenuhi undangannya jika dia mengundangmu

Rasulullah SAW bersabda :

”Hak orang Muslim atas Muslim lainnya ada lima : Menjawab salam, mengunjungi yang sakit, mengiring jenazah, memenuhi undangan, dan menjawab orang yang bersin.” (HR. Asy-Syaikhani) Tambahan dari HR. Muslim “apabila ia minta nasihat, maka berilah dia nasihat”



7. Tidak menyebut-nyebut aibnya dan menggunjingnya, secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi

Rasulullah SAW bersabda :

“Setiap Muslim atas Muslim lainnya haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.”



8. Berbaik sangka kepadanya.

Rasulullah SAW bersabda :

“Jauhilah persangkaan, karena persangkaan itu perkataan yang paling dusta.” (Muttafaq Alaihi)



9. Tidak boleh memata-matai dan mengawasinya, baik dengan mata maupun telinga

Rasulullah SAW bersabda :

“Janganlah kalian saling mengawasi, janganlah saling mencari-cari keterangan, janganlah saling memutuskan hubungan, janganlah saling membelakangi dan jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (Muttafaq Alaihi)



10. Tidak membocorkan rahasianya

Rasulullah SAW bersabda :

“Barangsiapa menutupi aib saudaranya, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat.” (HR. Ibnu Majah)



11. Menampakkan kecintaan dan kasih sayang dengan memberikan hadiah kepadanya

Rasulullah SAW bersabda :

“Saling berilah hadiah, niscaya kalian saling mencintai.” (HR. Baihaqi)

“ Jika salah seorang diantara kalian mencintai saudaranya, maka hendaklah dia memberitahukannya.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

Umar bin Khattab RA berkata :

“Tiga hal yang bisa memupuk kecintaan saudaramu : engkau mengucapkan salam kepadanya jika engkau bersua dengannya, memberinya tempat duduk, dan memanggilnya dengan nama yang paling dicintainya.”



13. Memaafkan kesalahan-kesalahannya

Rasulullah SAW bersabda :

“Tidaklah Allah memberi tambahan kepada seorang hamba yang suka memberi maaf melainkan kemuliaan.” (HR. Muslim)



14. Mendo’akannya dari tempat yang jauh

Rasulullah SAW bersabda :

“Do’a seseorang bagi saudaranya dari tempat yang jauh adalah terkabulkan.“ (HR. Muslim)

Jadi Presenter TV dalam pandangan Islam


Untuk kamu yang lulusan fakultas komunikasi, atau pengen banget ngembangin kemampuan komunikasi kamu dimedia, tentu banyak banget pertimbanganya, kira2 dibolehin ga ya dalam islam, yuk qra sama2 liat analisnya, :

HUKUM ASAL menjadi presenter TV adalah mubah dengan syarat aktivitas-aktivitas dalam profesi tersebut tidak menghantarkan pada keharaman. Sebaliknya, jika diduga kuat atau dipastikan menghantarkan pada keharaman maka hukumnya haram. Ini harus dilihat fakta kasus per kasus karena satu kasus dengan kasus lainnya bisa jadi faktanya berbeda, sehingga penghukumannyapun belum tentu dapat disamaratakan pada semua kasus. Dalam profesi presenter, minimal harus dicermati point-point aqad ijaroh yang mengikat bentuk-bentuk jasa atau aktivitas yang dituntut pihak stasiun TV pada presenter, mulai dari tuntutan atas cara berpenampilan, arahan materi, atau waktu kerja. Point-point aqad inilah yang akan menentukan bentuk-bentuk jasa atau aktivitas presenter dalam sebuah acara secara mengikat. Maka dari itu, hukum menjadi presenter hukumnya ada perincian (tafshiil) sebagai berikut:

Jika dalam point-pint aqad tersebut tidak terdapat tuntutan untuk melakukan aktivitas kemungkaran atau membahayakan, berarti pekerjaan yang dituntut adalah pekerjaan halal. Maka, aqad tersebut hukumnya mubah untuk diikuti. Dalam hal ini berlaku qoidah: “Tiap pekerjaan yang halal, maka hukum mengontraknya adalah halal juga. Sehingga transaksi ijarah tersebut boleh dilakukan.” (an-Nabhani, Nizhomul-Iqthishodi fil-Islam).

Namun jika di dalamnya dituntut melakukan aktivitas/pekerjaan haram seperti: ber-tabarruj dalam berpenampilan; mengarahkan isi pembicaraan pemateri pada opini yang bertentangan dengan fikroh-fikroh Islam, misalnya Islam tidak mengajarkan perang/bertentangan dengan thoriqoh dan kaifiyah dakwah yang dicontohkan Rasul SAW (seperti tidak terbuka dalam menjelaskan qodiyah mashiriyah umat yang sebenarnya, sehingga materi hanya difokuskan pada permasalahan akhlak yang diklaim sebagai pangkal problematika umat); presenter dituntut untuk memandu sebuah materi yang dapat mengakibatkan dhoror bagi umat Islam seperti materi tentang perang melawan terorisme tetapi ala AS (yang biasanya berujung pada penyudutan umat Islam dan pendistorsian makna jihad); atau jadual kerjanya menuntut presenter perempuan meninggalkan kewajiban-kewajiban dalam Islam seperti dakwah, memakai jilbab, atau mengurus rumah tangga, maka aqad ijaroh ini haram untuk diikuti. Dalam kasus ini berlaku qoidah: “Laa tajuuzu ijaratul ajiir fiimaa manfa’utuhu muharramah (Tidak boleh mengadakan kontrak [akad] tenaga kerja pada jasa [manfaat] yang diharamkan." (Taqiyuddin an-Nabhani, an-Nizham al-Iqtishadi fi Al-Islam, hal. 93)

Untuk kasus menjadi presenter pada acara keagamaan di stasiun TV sekuler, sudah kita ketahui bersama bahwa stasiun-stasiun TV semacam ini cenderung menghalalkan segala cara untuk menaikkan rating atau membuat menarik acara. Dalam acara-acara keagamaan misalnya, materi yang disampaikan selalu mengikuti kemauan masyarakat dan pemerintah yang hanya membatasi kajian Islam pada materi akhlak dan ibadah semata, lebih dari itu seringkali mengopinikan Islam sebagai agama yang tidak mengenal kekerasan sama sekali, presenternyapun jika laki-laki dituntut bersolek memakai make-up layaknya perempuan dan jika perempuan sering dituntut memakai pakaian yang disediakan stasiun TV yang sering kali tidak syar’i (kadang bentuknya gamis namun ngatung atau belah bagian bawahnya, kadang tidak lebar sehingga beberapa bagian aurat terbentuk), kemudian kita pun sudah sering melihat di TV para presenter perempuan mayoritas ber-tabarruj, apalagi sponsor acara-acara tersebut diantaranya adalah perusahaan kosmetik dan fashion. Maka, kuat dugaan saya bahwa hukum muslimah menjadi presenter di stasiun TV sekuler akan lebih banyak haramnya daripada halalnya. Jika hukum haram dan halal berkumpul dalam satu keadaan, dan ada dugaan kuat lebih banyak haramnya daripada halalnya, maka menurut saya menjadi presenter pada acara keagamaan di TV sekuler saat ini adalah haram hukumnya secara syar’i. Kaidah fiqih menyebutkan: “Idza ijtama’a al-halal wa al-haram ghalaba al-haramu (Jika halal dan haram bertemu, maka yang haram itu yang menang [lebih kuat])" (as-Suyuthi, Al-Asybah wa An-Nazha`ir fi Al-Furu).

Namun, jika dapat ditemukan stasiun TV yang tidak menuntut para presenternya melakukan keharaman, maka hukum menjadi presenter di acara-acara stasiun tersebut mubah, sehingga yang diharamkan hanya pada kasus menjadi presenter stasiun TV sekuler saja. Satu qoidah menyatakan: “al-Syai’u al-mubah idza awshala fardun min afradihi ila dhararin, hurrima dzalika al-fardu wahdahu wa baqiya al-syai’u mubahan (Sesuatu yang asalnya mubah jika ada satu kasus di antaranya yang berbahaya, maka kasus itu saja yang diharamkan, sedangkan sesuatu itu tetap mubah hukumnya).” (an-Nabhani, Muqaddimah Ad-Dustur, hlm. 89). Wallahu a’lam... (teh dian leonita) makasih banyak ya teh pencerahanya :)