Aug 24, 2010

Ketika Kau Menyapa Lyrics


Ketika Kau Menyapa Lyrics

Di Sudut Hariku
kau Datang Hadir Sentuh Hampaku
yang Dulu Tak Pernah Kucari
kini Menghampiri

sinarilah Aku Mentari
hangatkan Relung-Relung Jiwaku
kini Kusadari Oh Kasih
kau Tercipta Untukku

reff: Ketika Kau Datang
buyarkan Jenuhku
senyummu Candamu
hangatkan Mimpiku

cinta Datang Tiba-Tiba
cinta Adalah Anugerah Yang Kuasa
cinta Takkan Sia-Sia
ketika Kau Menyapa

Aug 17, 2010

Para Pejuang Syariah dan Khilafah adalah orang-orang yang MERDEKA !




17 agustus 2010, merdeka!!! mereka pekikkan

hmmm....
iseng2 serching, eh dapet tulisan bagus tentang apa itu merdeka...
yukkkk kita baca...

Pada masa khalifah Umar bin Khattab, kaum muslim menghadapi suatu peperangan dengan kerajaan Persia, peperangan yang dahsyat, karena kaum muslim menghadapi salah satu dari dua negara adikuasa pada saat itu. Peperangan ini dikenal dengan nama Al Qodisiyah. Ada satu fragmen dalam segmen sirah sahabat tersebut yang perlu ambil sebagai ibrah bagi kita semua, Islam membebaskan manusia dari mempertuhankan sesama manusia.
Rub'i bin Amir adalah seorang prajurit biasa dalam pasukan kaum muslim yang saat itu dipimpin oleh Sa'ad bin Abi Waqqash. Ia diutus oleh sang panglima untuk menyampaikan pesan kepada komandan pasukan Persia, Rustum.
Berikut sebagian dialog yang terjadi antara Rub'i bin Amir dan Rustum:

Rustum: "Apa yang mendorong kalian memerangi kami dan masuk ke negeri kami?"

Rub'i bin Amir: "Kami datang untuk mengeluarkan siapa saja dari penyembahan manusia kepada penyembahan Allah semata".

Pada kesempatan itu Rub'i bin Amir melihat para prajurit Persia di kiri dan kanannya tunduk ruku' pada pemimpinnya Rustum. Rub'i bin Amir berkata: "Selama ini kami mendengar tentang kalian hal-hal yang mengagumkan, tetapi aku tidak melihat kaum yang lebih bodoh dari kalian. Kami kaum muslimin tidak saling memperbudak satu dan lainnya. Aku mengira kalian semua sederajat sebagaimana kami. Akan lebih baik jika kalian jelaskan kepadaku bahwa sebagian dari kalian menjadi tuhan bagi sebagian yang lain".
Mendengar ucapan Rub'i bin Amir ini, orang-orang tertindas diantara mereka saling berpandangan seraya berguman, "Demi Tuhan, orang Arab (islam) ini benar".

ucapan fenomenal Rub'i bin
Amir ketika berhadapan dengan Rustum, panglima pasukan Parsi:


إن الله ابتعثنا، لنخرج من شاء، من عبادة العباد إلى عبادة الله, ومن جور الأديانإلى عدل الإسلام، ومن ضيق الدنيا إلى سعة الدنيا والآخرة


" Sungguh Allah mengutus kami, agar kami keluarkan (merdekakan)
manusia dari mengabdikan diri pada sesama manusia kepada mengabdikan
diri kepada Allah, dari kezaliman agama kepada keadilan Islam dan
dari kesempitan dunia kepada keluasan dunia dan akhirat."

Jelaslah bahawa merdeka yang sebenarnya, bebas dari belenggu perhambaan sesama manusia. Kita hanya mengabdi, memperhambakan diri kita kepada Ilahi. Mengabdi kepada Ilahi berarti patuh, taat, cinta dan kasih kita hanya untuk Allah SWT. Ikutilah petunjukNya berupa syariat islam yang kaffah !

"Janganlah kamu menjadi hamba seseorang karana Allah telah
menciptakan kamu dalam keadaan merdeka," demikian Ali bin Abi Thalib

Manusia merdeka mampu berfikir dan bertindak untuk diri dan manusia seluruhnya tanpa
rasa takut kerana tiada yang perlu ditakutinya kecuali
Allah s.w.t.

Ketika manusia telah berikrar dengan dua kalimah syahadah secara sadar, maka dia telah memerdekakan dirinya. Tiada lagi ketakutan kecuali hanya pada Allah swt.....

Demikian juga dengan para hamlud dakwah, para pejuang syariah dan khilafah...mereka adalah pribadi pribadi yang telah menyandarkan kerinduannya akan tegaknya khilafah yang kedua dengan terus berjuang dan bergerak...mereka seperti air yang mengaliri jiwa jiwa yang gersang dan jauh dari fikrul islam...mengaliri jiwa jiwa yang kesepian dari rahmat dan karunia Allah swt...mereka mengaliri jiwa jiwa yang hampa dari kasih sayang Allah swt...mereka mengalir dengan sangat derasnya sampai mereka menjebol dan meruntuhkan tembok tebal keangkuhan kedengkian yang telah lama menghadang!

karena sebenarnya jiwa para pejuang syariah dan khilafah telah lama merdeka atas idzin Allah swt...“mereka tidak perlu takut dan tidak perlu cemas (laa khawfun ‘alayhim walaa hum yahzanuun) karena merekalah sejatinya orang-orang yang MERDEKA!

...dan KHILAFAH yang selalu mereka serukan adalah sebuah ajakan ketulusan untuk kembali kepada sistem yang benar benar akan memerdekakan kita semua dari penjajahan sistemik system kufur yakni penjajahan kapitalisme atas umat islam seluruhnya...

maka sudah saatnya dan sudah selayaknya kemerdekaan sejati kita raih bersama tegaknya syariah dan khilafah...
mari insan dakwah....kita kembali review janji kita kepada Allah swt...

"Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku, hanya untuk Allah, Tuhan yang mengatur alam semesta," demikianlah ikrar kita lima kali sehari semalam. Suatu ikrar kemerdekaan!

dengan KHILAFAH kita MERDEKA ! KHILAFAH atau MATI adalah pengganti dari semboyan para pendahulu kita.."MERDEKA ATAU MATI"
ya ....saatnya katakan: KHILAFAH ATAU MATI !

ALLAHU AKBAR !!!

copas :
hambaAllah yang dhoif

Andiy Qutuz Leonidaz
"pemberontakyangkesepian"

Sultan Abdul Hamid II: Pemimpin Amanah yang Dikhianati





Sultan Abdul Hamid II (1842-1918)

Di mana pemimpin seperti dia untuk umat?” tanya seorang pengguna milis Yahoo Indonesia! Answers, forum berbagi informasi, tempat siapa saja mengajukan pertanyaan dan jawaban. Pertanyaan tersebut ditulis dalam bahasa Inggris, dengan huruf besar semua. Ditulis pada 4 Juni 2010. Him (dia) yang dimaksud oleh si penanya adalah Sultan Abdul Hamid II.

Belum sempat yang lainnya memberikan jawaban, pengelola milis tersebut buru-buru menghapus pertanyaan yang berjudul Untuk Saudaraku Muslim… Semangat Sultan Abdul Hamid II Sehubungan dengan Palestina…? itu.

Pertanyaan ini sudah dihapus. Begitulah kalimat pemberitahuan yang ditulis di samping logo segitiga merah bertanda seru warna putih tersebut. Lho mengapa dihapus? Memang siapa Sultan Abdul Hamid II itu dan apa hubungannya dengan Palestina?

Penjaga Palestina

Sultan, lahir pada hari Rabu, 21 September 1842. Dengan nama lengkap Abdul Hamid Khan II bin Abdul Majid Khan. Ia adalah putra Abdul Majid dari istri keduanya. Ibunya meninggal saat ia berusia 7 tahun.

Sultan menguasai bahasa Turki, Arab, dan Persia. Senang membaca dan bersyair. Pada 41 Agustus 1876 (1293 H), Sultan Abdul Hamid dibaiat sebagai Khalifah di tengah-tengah merosotnya pemahaman kaum Muslim akan Islam.

Kebodohan itu membuat umat tidak tahu lagi mana kawan dan mana lawan. Tidak sedikit yang terkecoh dan bersekutu dengan penjajah termasuk penjajah Zionis Yahudi yang ngebet ingin mencaplok Palestina. Pada 1892 misalnya, sekelompok Yahudi Rusia memohon kepada Sultan untuk tinggal di Palestina.

Permohonan itu dijawab Sultan dengan tegas. “Pemerintah Ustmaniyyah memberitahukan kepada segenap kaum Yahudi yang ingin hijrah ke Turki, bahwa mereka tidak akan diizinkan menetap di Palestina”. Mendengar jawaban seperti itu kaum Yahudi terpukul berat sehingga duta besar Amerika turut campur tangan.

Empat tahun kemudian, konseptor Der Judenstaat (Negera Yahudi) Theodor Hertzl, memberanikan diri menemui Sultan Abdul Hamid sambil meminta izin mendirikan gedung di al Quds, Palestina.

Permohonan itu dijawab sultan “Sesungguhnya Khilafah Utsmaniyyah ini adalah milik kaum Muslim. Mereka tidak akan menyetujui permintaan itu. Sebab itu simpanlah kekayaan kalian itu dalam kantong kalian sendiri.”

Melihat keteguhan Sultan, mereka kemudian melakukan konferensi Basel di Swiss, pada 29-31 Agustus 1897 dalam rangka merumuskan strategi baru menghancurkan Khilafah.

Karena gencarnya aktivitas Yahudi Zionis akhirnya Sultan pada tahun 1900 mengeluarkan keputusan pelarangan atas rombongan peziarah Yahudi ke Palestina untuk tinggal di sana lebih dari tiga bulan. Paspor Yahudi harus diserahkan kepada petugas khilafah terkait.

Dan pada tahun 1901 Sultan mengeluarkan keputusan mengharamkan penjualan tanah kepada Yahudi di Palestina.

Pada tahun 1902, Hertzl berupaya menyogok Sultan. Sogokan itu di antaranya berupa:

1. Seratus lima puluh juta poundsterling (uang emas Inggris) khusus untuk Sultan;

2. Membayar semua utang pemerintah yang diwariskan khalifah sebelumnya yang mencapai 33 juta poundsterling;

3. Membangun kapal induk untuk pemerintah dengan biaya 120 juta Franc;

4. Memberi pinjaman 5 juta poundsterling tanpa bunga; dan

5. Membangun Universitas Utsmaniyyah di Palestina.

Semuanya ditolak Sultan, bahkan Sultan tidak mau menemui Hertzl, diwakilkan kepada Tahsin Basya, perdana menterinya, sambil mengirim pesan,

“Nasihati Mr Hertzl agar jangan meneruskan rencananya. Aku tidak akan melepaskan walaupun sejengkal tanah ini (Palestina), karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka. Yahudi silakan menyimpan harta mereka. Jika Khilafah Utsmaniyah dimusnahkan pada suatu hari, maka mereka boleh mengambil Palestina tanpa membayar harganya. Akan tetapi, sementara aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku daripada melihat Tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islamiyah. Perpisahan adalah sesuatu yang tidak akan terjadi. Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selagi kami masih hidup.”

Ya ketegasan seperti itulah yang tidak dimiliki para penguasa negeri Muslim saat ini. Padahal saat itu kondisi pemerintahan Sultan Abdul Hamid dalam keadaan genting karena sebagian besar aparatnya ternyata telah menjadi antek penjajah. Para antek ini tergabung dalam Turki Muda yang dimotori oleh Mustafa Kemal Pasha Laknatullah.

Sehingga alih-alih membela Sultan, mereka malah bekerja sama dengan Kerajaan Protestan Inggris dan sekutunya untuk menggulingkan Sultan.

Tidak henti-hentinya kaum Yahudi dengan Zionisme melancarkan gerakan untuk menumbangkan Sultan. Dengan menggunakan jargon-jargon liberation (liberalisasi), freedom (kebebasan), dan sebagainya, mereka menyebut pemerintahan Abdul Hamid II sebagai Hamidian Absolutism (pemerintah diktator Hamid), dan sebagainya.


Dikudeta

Malam itu, 27 April 1909 Sultan Abdul Hamid dan keluarganya kedatangan beberapa orang tamu tak diundang. Kedatangan mereka ke Istana Yildiz menjadi catatan sejarah yang tidak akan pernah terlupakan.

Mereka mengatasnama-kan perwakilan 240 anggota Parlemen Utsmaniyyah, di bawah tekanan Turki Muda, yang setuju penggulingan Abdul Hamid II dari kekuasaannya. Senator Syeikh Hamdi Afandi Mali mengeluarkan fatwa tentang penggulingan tersebut dan akhirnya disetujui oleh anggota senat yang lain.

Fatwa tersebut terlihat sangat aneh dan setiap orang pasti mengetahui track record perjuangan Abdul Hamid II bahwa fatwa tersebut bertentangan dengan realitas di lapangan.

Keempat utusan itu adalah Emmanuel Carasso, seorang Yahudi warga Italia dan wakil rakyat Salonika (Thessaloniki) di Parlemen Utsmaniyyah (Meclis-i Mebusan) melangkah masuk ke istana Yildiz. Turut bersamanya adalah Aram Efendi, wakil rakyat Armenia, Laz Arif Hikmet Pasha, anggota Dewan Senat yang juga panglima militer Utsmaniyyah, serta Arnavut Esat Toptani, wakil rakyat daerah Daraj di Meclis-i Mebusan.

Mereka mengkudeta Sultan. “Negara telah memecat Anda!” Esat Pasha memberitahu kedatangannya dengan nada angkuh. Kemudian satu persatu wajah anggota rombongan itu diperhatikan dengan seksama oleh Sultan.

“Negara telah memecatku, itu tidak masalah,… tapi kenapa kalian membawa serta Yahudi ini masuk ke tempatku?” Spontan Sultan marah besar sambil menudingkan jarinya kepada Emmanuel Carasso.

Sultan memang kenal benar siapa Emmanuel Carasso itu. Dialah yang bersekongkol bersama Herzl ketika ingin mendapatkan izin menempatkan Yahudi di Palestina.

Singkat kata, Sultan pun diasingkan ke Salonika, Yunani. Hingga ia menghembuskan nafas terakhir dalam penjara Beylerbeyi pada 10 Februari1918.

Kepergiannya diratapi seluruh penduduk Istanbul. Mereka baru sadar karena kebodohan mereka membiarkan Khilafah Utsmaniyyah dilumpuhkan setelah pencopotan jabatan khilafahnya.

Akibatnya fatal, tahun 1924, runtuhlah institusi yang menaungi kaum Muslim tersebut sehingga pada 1948 berdirilah negara ilegal Israel di tempat Nabi Muhammad SAW mikraj.

Sepeninggal pemimpin umat yang dikhianati itu, lahirlah lebih dari 50 penguasa negeri Islam yang menghianati umat. Dengan dalih Hukum Internasional, mereka tidak mau mengerahkan tentaranya untuk berperang melawan kebiadaban Zionis Israel. [] joko prasetyo dari berbagai sumber

Aug 14, 2010

Sembilan Puluh Menit dan Hujan


kaget sempet dapet pesen di wall fb dari seorang teman yang jauh disana, dia ijin pake nama n karakter saya untuk membuat sebuah tulisan... hihi, emang karakter saya kayak apa ya, sampe dibikin tulisan n di pajang di magz nasional... nah.. mau tau hasil tulisanya seperti apa? nihhhh


D'Rise! -02. Namaku Resti. Amat penting bagiku memiliki rasa setia kawan, penghormatan pada yang lebih tua dan menggembirakan sejawat. Walau begitu, aku enggan nongkrong-nongkrong. Tidur di kamar kost lebih bermanfaat daripada nongkrong. Tidur lebih berarti ketimbang membuang-buang karbondioksida dengan sia-sia di tempat tongkrongan dengan sekumpulan orang yang tidak ingin kehilangan gengsi. Demi menghargai sebuah ajakan mulia, kali ini aku memilih ’nongkrong’. Hemm, tepatnya menjadi seorang pendengar budiman. Tongkrongan dalam ceramah sembilan puluh menit.

Detik-detik ini terasa lama, jam dinding itu seperti kura-kura. Lambat, bagai tetesan air keran macet. ”Menit ke enam puluh lima, bersisa dua puluh lima menit lagi” batinku. Aku masih duduk bersila. Setelah aku memutar posisi dudukku ke kanan, ke kiri dan nyaris setengah menjongkok. Aku menahan diri dengan segala rupa agar pertemuan berdurasi seratus delapan puluh menit ini ditutup dengan salam. Jujur, pertemuan ini cukup spektakuler. Hanya sayang, aku memang tipe yang gampang bosan. Rasa bosan itu mampu kujerjaki di lima puluh menit pertama. Selebihnya adalah perjuangan melawan kantuk dan lalat yang hinggap.

Bagiku, pantang rasa kantuk ini ketahuan. Maka jangan heran, jika perilaku menghitung detik, mengusir lalat, memutar bola mata, dan mengangguk-anggukan kepala disebut sebagai metode pengalihan kantuk. Setidaknya bagiku, gadis yang setia menghitung detik.

”Gimana adik-adik, cukup jelas tidak pemahaman islam barusan?” Di menit ke seratus, sang pementor bertanya. Aku menggeleng, bukan karena kantuk, tapi memang tidak ada pertanyaan sejauh ini. Dua orang lainnya masih diam , belum menggelontorkan semacam pertanyaan maupun sanggahan.

Satu, dua, tiga, empat. Aku menghitung jumlah kepala yang hadir di forum ini termasuk kepalaku. Kami orang-orang yang tak saling kenal yang kemudian dikumpulkan. Agenda ini bersifat mingguan berdurasi sembilan puluh menit. Forum dengan formasi setengah lingkaran ini tidak memiliki banyak menu dan aku telah memenuhi syarat. Seorang pemimpin forum yang disebut pementor, setia hadir membawakan tema yang konon sudah dirancang susah payah semalam suntuk.

Untuk forum seperti ini, aku perlu memasang telinga yang mendengar, kemauan dan rasa menghargai kepada penyaji. Dan itulah pula yang membawaku tetap bertahan untuk menghitung detik dan mengusir lalat di menit-menit sisa. Bagiku, menghargai orang lain seumpama momen genting si anak penyu yang berjuang keras menggapai pantai. Jika kelewatan dan tidak lekas mencari sela, situasi saling menghargai itu akan luput. Hubungan pertemanan bisa karam, kekeluargaan bisa mengendur, percintaan akan pupus.

Nalar gampangnya, apakah kau suka jika ketika berbicara lantas ada yang menguap. Itulah yang aku jaga. Kalau bisa, aku tak ingin seorang pun tau aku si pembosan. Aku datang ke forum ini dengan niat kedamaian, sebisa mungkin tidak menodai siapa pun. Termasuk si pementor yang membawa kalam suci dan perkataan suci. Ia tidak dibayar, cukup tuhannya yang membayar. Ia datang bukan karena diundang, justru dialah yang mengundang segenap kami. Aku salut padanya. Rasa salut terbukti mampu membawaku kemari. Walau aku tidak yakin berapa lama lagi energi salut itu bisa membuatku bertahan.

********

Hujan gerimis membasahi tanah gersang. Jika hujan ini berlangsung lebih lama lagi, banjir tidak akan terelekkan. Bumi ini merutuk. Serba salah sudah. Jika hujan, airnya tergenang menjadi garang. Jika kemarau, tanah kerontang dedauan memucat cepat. Gerimis menusuk ini kutahankan. Baru ada dua kepala yang hadir di agenda sembilan puluh menit bersama pementor. Baru ada aku dan dirinya, si pementor yang setia. Dia tidak pernah datang terlambat, meski sehari-harinya selalu jalan kaki.

Sosok itu bernama Meli. Dirinya terpaut dua tahun lebih tua dariku. Keteladanan dan interval diantara kami menambah alasan di dalam diriku untuk tak pupus menghargai akad diantara kami. Meskipun gerimis ini ingin ku hangatkan dalam selimut damai dan tidur siang.

Sepuluh menit waktu berlalu dari yang telah ditentukan. Sejujurnya, aku lebih suka pertemuan atau mentoran kali ini batal saja. Aku tidak nyaman dimentor sendirian. Aku tak sudi menghitung lalat sendirian. Aku ingin melihat tampang dua temanku yang lainnya geser kanan kiri yang membosan. Memang, Kak Meli pernah memberi nasihat agar kami banyak berta’awuz. Karena boleh jadi itu semata godaan syaithan di dada kami. Menggoda agar kami beranjak dari majelis.

”Kak Meli, bagaimana kalau mentoran kali ini diundur saja?” Usulku memberanikan diri.

”Hemm... Sayang adik. Kita kan sudah sengaja datang kesini untuk mengkaji. Hujan tidak menghentikan langkah kita. Sekarang tinggal kita mulai saja, mengapa mundur?” Kata-kata keluar dengan lembutnya. Tapi usahaku untuk penggagalan ini belum sampai finis.

”Nggak usah aja ya, Kak! Plisss... Saya teringat jemuran di kost. Apalagi saya sedang jemur sepatu Kak. Wah, kalau diambil orang kan sayang. Ya ya? “ ungkapku dengan nada memelas. Bukan Resti namanya jika tidak pandai cari alasan.

Maka benarlah. Kak Meli tak sanggup melawan dan hatinya tertawan sendirian.

”Hemm, Ya sudah kalau ada halangan. Minggu depan kita kajian lagi ya. Karena kita tak tahu kematian itu kapan datang. Maka manfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya”

”Ya” Cepat saja kukatakan. Secepat hujan yang jatuh ke bumi, bebas hambatan.

********

Sudah berlalu waktu seminggu, tapi serasa baru kemarin. Lagi-lagi, seminggu ini hujan turun bergantian dengan awan mendung. Dari balik tirai jendela, air dari atap langit membasahi bumi seumpama tembakan air bertubi-tubi. Dalam suasana yang sejuk rupa begini, kakiku berat melangkah keluar. Hujan reda dan deras bergantian, namun aku terlanjur beringsut di balik selimut. Menghangat dan lamat-lamat terpejam. Ahh..... Sudahlah, lupakan mentoring sejenak. Kemungkinan teman-temanku yang lain pun telah bermuara di pulau yang sama, pulau kapuk nan nyaman yang mengundang mimpi untuk datang. Zzzz... Zzzz... Zzzz....

********

Empat pesan singkat masuk ke inbox telepon selular kesayanganku. HP sejak tadi di-silent, tidurku praktis bebas dari gangguan. Tapi entah, aku merasa ada getar gundah yang menggelitik. Karena seseorang di tempat lain, ternyata sedari tadi menunggu kedatanganku. Hingga mungkin tubuhnya jenuh menunggu disitu. Lelah bersama detik-detik yang menertawai kesendiriannya.

Aslm Wr Wb. Dek, kk udah nunggu nih. Adek datang mentoring kan?

(14.07, SMS pertama Kak Meli)

Hemm... kk masih nunggu loh. Kalau mau datang, silakan. Ok

(14.17, SMS kedua Kak Meli)

Dek, kalau masih ada kesempatan utk datang, boleh aja. Lebih baik terlambat drpd tdk sama sekali.

(14.45, SMS ketiga. Masih dari orang yang sama)

Woi... Dikau datang mentoring? Wah, aku ngga datang ni. Males uy. Tapi kasihan tu K’Meli. Kayanya dia nungguin qta.

(15.05. Kali ini dari orang berbeda. Namanya Dewi, teman sekelompok mentoringku)



Hatiku berkompetisi. Aku merasa telah berbuat kecurangan, disisi lain aku pun mendapat dukungan. Kak Meli, pementorku, sudah bersusah menunggu meski faktanya para pendengarnya belum tergerak untuk ini. Kami mungkin menganggap bahwa mentoring tak berbeda dengan nongkrong. Sah saja bila tidak datang. Selimut hangat teramat menggoda. Sehingga kewajiban dari langit tertunda. Ya, aku berharap ini hanya tunda saja.

********

Hari yang cerah, bunga-bunga bermekaran indah. Tak boleh lagi ada alasan untuk tidak pergi. Ada rindu mendengar wejangan Kak Meli. Ada getir rasa bersalah selama dua minggu ini. Entah perasaan yang merabai, yang pasti aku ingin bertemu dengannya. Memelas maaf. Aku belum seperti Kak Meli yang tidak terhalang hujan untuk menyampaikan risalah. Aku bahkan belum bisa menyumbangkan waktuku sepenuhnya meski hanya untuk mendengar. Tapi kali ini aku janji, aku tak ingin menghitung detik lagi.

Tik... Tik... Tik...

Detik terus melaju. Namun belum ada seorang pun yang datang seperti biasa. Tidak Kak Meli, tidak yang lainnya. Beginikah rasa sesak menunggu sendirian? Hatiku tiba-tiba haru, membayangkan Kak Meli yang kemarin menunggu seorang diri di tengah deru hujan.

Ahh.... Dan kini aku baru sadar bahwa aku bukan hanya si pembosan, tp juga tidak sabaran. Aku mencari-cari di phonebook digit nomor seluler Kak Meli. Ya! Tuuttt... Tuuutt... Nomor sibuk. Nihil. Cepat jemariku memencet nomor lain, digit nomor Dewi rekan sekelompokku, terpampang di layar. Tak sabar, ingin mendengar sahutannya.

”Halo..” terdengar sahutan di seberang

”Halo.. Wi, Aku sendirian nih. Dikau dimana? Ngga mentoring? Jangan malas gitu dong” Kataku bertubi, menggurui.

”Mentoring? Resti.. Hemm... Belum dapat kabar ya?”

”Hemm.. Kabar apaan?”

Ada jeda. Nafas Dewi terdengar menghempas.

”Kak Meli sakit seminggu ini. Dia udah ngga di dunia ini lagi. Jenazahnya dikubur kemarin”

Seketika mulutku terkunci. Langit hidupku tenggelam ke inti bumi. Tak kuasa, air mata jatuh seketika.

”Res.. sorry banget, kemarin aku lupa kasi kabar. Maaf yak” Dewi masih bersuara. Sedangkan aku susah payah untuk membalas ucapannya.

”Tak apa” Aku berharap Dewi mendengar sengau suaraku yang keluar dengan penuh perjuangan. Telepon itu kusudahi. Dengan sekelumit kecamuk yang menggigiti hati ini.

********

Batu nisan itu tak dapat bercakap-cakap. Tanah masih basah dan harum kematian. Bunga tanjung belum mengering sempurna. Aku tidak memperdulikan titik-titik air dari langit yang mulai rintik. Rasa sesal seringkali tiada guna. ”Karena kita tak tahu kematian itu kapan datang. Maka manfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya”. Kata-kata itu masih melekat di ingatan. Ya, kata-kata itu terbukti nyata. Di luar dugaanku, tanpa pertanda sedikit pun Kak Meli pergi mendahului. Mungkin ketika ia meregang, aku masih sempat bermalas-malas seolah masih lama masa itu tiba.

”Kak Mel.... Aku tidak akan malas-malas lagi. Tidak peduli terik maupun hujan. Meskipun aku harus membosan dalam sembilan puluh menit bahkan sembilan puluh tahun sekalipun. Aku takkan lagi menyiakan kesempatan. Bukan demi siapa-siapa. Demi sisa hidup yang tak boleh sia-sia”

Hujan lebat membasahi. Airnya mengalir di pipi. Bercampur dengan air mataku sendiri

Oleh: AlgaBiru (Pengen jadi superman!)

-27 Desember 2009-

Jika kau tak dapat menjadi kapal pesiar jadilah rakit di tengah rawa yang buram dan penolong penyeberang yang kesepian Jika kau tak mampu menjadi jalan raya jadilah jalan setapak menuju mata air Seandainya diriku bukanlah matahari semoga aku menjadi bintang-bintang di kegelapan malam
Pesan untuk d’Riser: Ayoooo…. Ngaji !! Ngaji itu wajib loh. Jangan nyeseelll entar pas udah di liang kubur…

Inilah Bahasa Arab!


Semangat manusia mempelajari “bahasa ibu” suatu bangsa menunjukkan seberapa besar perhatian mereka terhadap bahasa tersebut. Banyaknya jasa kursus bahasa Inggris menunjukkan bahwa banyak orang yang berminat untuk memperdalam bahasa Inggris. Bahasa Inggris telah menjadi “bahasa dunia”, yang seperti menjadi satu “kartu bebas kunjung internasional”. Cobalah kita saksikan, dengan bekal bahasa Inggris seseorang bisa berkunjung ke negara manapun dengan menggunakannya sebagai bahasa komunikasi di sana.

Beberapa tahun belakangan ini, mulai lagi muncul tren bahasa Mandarin. Banyak orang yang berbondong-bondong mengikuti kursus bahasa Mandarin. Ada yang mengatakan bahwa bahasa Mandarin adalah bekal kedua–setelah bahasa Inggris–untuk memasuki era globalisasi. Apalagi sepak terjang Cina dalam perdagangan internasional semakin meluas.

Orangtua tak ingin kalah untuk memasukkan anak-anaknya ke berbagai tempat kursus kedua bahasa tersebut. Orang kantoran dan mahasiswa pun tak ingin ketinggalan roda modernisasi. Intinya, banyak orang tak ingin ketinggalan zaman gara-gara tidak menguasai bahasa Inggris ataupun bahasa Cina. Seperti itu pulakah kita kaum muslimah? Lalu, dimanakah kedudukan bahasa Arab di hati kita?


Bahasa Arab, Bahasa Kebanggaan Kaum Muslimin

Jika sesuatu itu memiliki keutamaan, bukankah dia pantas untuk diperebutkan? Tentu saja! Nah, demikianlah bahasa Arab. Sebuah bahasa yang telah Allah jadikan sebagai bahasa al-Quran, kitab yang paling agung dan senantiasa dijaga oleh-Nya ‘Azza wa Jalla sampai kiamat. Dengan demikian, bahasa manakah yang lebih mulia dan lebih utama daripadanya?

Jika seseorang mampu berpayah-payah dalam mempelajari bahasa Inggris, Mandarin, Jerman, atau yang lainnya demi dunia, maka marilah kita bersikap yang jauh lebih baik daripada itu terhadap bahasa Arab. Jika seseorang rela mengeluarkan banyak uang agar sampai ke level bahasa asing yang paling mahir, maka marilah kita bersikap yang jauh lebih baik daripada itu terhadap bahasa Arab.

Bukan Berarti Kita Tidak Boleh Belajar Bahasa Asing Selain Bahasa Arab

Untuk menghindari kerancuan pemahaman dalam permasalahan ini, marilah kita simak penjelasan seorang ulama besar kaum muslimin abad ini, Syekh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah.

(?) Syekh ‘Utsaimin rahimahullah ditanya:
Apakah pendapat Anda jika seorang penuntut ilmu mempelajari bahasa Inggris, terlebih lagi jika dia mempelajarinya untuk berdakwah di jalan Allah?

(+) Syekh ‘Utsaimin menjawab:
Menurut saya, tidak diragukan lagi bahwa mempelajari bahasa Inggris merupakan salah satu sarana, dan sarana tersebut akan menjadi sarana yang baik jika memiliki tujuan yang baik, dan akan menjadi sarana yang membinasakan jika tujuannya buruk. Akan tetapi, yang perlu dihindari adalah menjadikan bahasa Inggris sebagai pengganti bahasa Arab, karena sesungguhnya menggantikan kedudukan bahasa Arab yang merupakan bahasa al-Quran dan juga bahasa yang paling mulia dengan bahasa Inggris adalah sebuah keharaman. Telah diriwayatkan dari salah seorang salaf (yaitu ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu -ed) tentang larangan bercakap-cakap menggunakan bahasa orang kafir. Adapun jika digunakan sebagai sarana dakwah, maka tidak diragukan lagi bahwa terkadang hal tersebut menjadi wajib. Saya pun terkadang berangan-angan seandainya saya mempelajari bahasa Inggris dan pada sebagian waktu aku sangat butuh untuk menggunakan bahasa Inggris, sampai-sampai penerjemah tidak dapat mengungkapkan maksud hati saya secara sempurna. (Kitabul ‘Ilmi, hlm.116)

Anda Semakin Tertarik Belajar Bahasa Arab?

Jika Anda benar-benar tertarik belajar bahasa Arab, kami sarankan agar Anda menentukan sasaran yang ingin Anda tuju. Bisa jadi sasaran tersebut Anda tentukan berdasarkan kebutuhan atau berdasarkan minat. Selanjutnya, fokuslah pada salah satu atau beberapa sub-pelajaran yang dapat memenuhi sasaran tersebut. Untuk permulaan belajar, berikut ini adalah beberapa bidang pelajaran dalam bahasa Arab yang dapat Anda pilih:

(1) Nahwu dan sharaf

Nahwu dan sharaf adalah dua di antara beberapa sub-pelajaran dalam bahasa Arab. Nahwu dan sharaf merupakan pelajaran tentang tata bahasa. Atas pertolongan Allah kemudian dengan bekal keduanya, insya Allah seseorang dapat lebih memahami kandungan Al-Quran dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selain itu, kemahiran membaca kitab bahasa Arab yang tanpa harakat (lebih terkenal dengan istilah “kitab gundul”) dapat diperoleh. Karya tulis para ulama yang sarat dengan ilmu sebagian besar ditulis dalam bahasa Arab. Sungguh sayang jika kita tak mampu menggali manfaatnya. Nahwu dan sharaf adalah jembatan menuju ke sana.

Nahwu adalah ilmu yang mempelajari perubahan keadaan akhir suatu kata, contoh:

Dalam suatu teks, susunan huruf محمد memiliki tiga kemungkinan cara baca, yaitu مُحَمَّدٌ (Muhammadun), مُحَمَّدٍ (Muhammadin), atau مُحَمَّدًا (Muhammadan). Jika kita membaca “Muhammadun”, maka fungsi kata tersebut dalam suatu kalimat akan berbeda dengan jika kita membacanya “Muhammadan” atau “Muhammadin”. Perubahan keadaan akhir (harakat atau huruf) suatu kata akan menyebabkan fungsinya dalam kalimat menjadi berbeda, yaitu apakah dia akan menjadi subjek, objek, kata keterangan, atau yang lainnya.

Kata مُسْلِمُوْنَ (muslimun) dan kata مُسْلِمِيْنَ (muslimin) memiliki arti yang sama, namun fungsi yang berbeda dalam suatu kalimat. “Muslimun” dapat berfungsi sebagai subjek, namun tidak dapat berfungsi sebagai objek. Adapun kata “muslimin” dapat berfungsi sebagai objek, tetapi tidak dapat berfungsi sebagai subjek.

Adapun sharaf, dia adalah ilmu yang mempelajari pembentukan kata dan perubahannya karena penambahan atau pengurangan. Contoh: dari kata كَتَبَ (artinya: dia (seorang laki-laki) telah menulis) dapat kita peroleh kata كِتَابٌ (artinya: buku).

(2) Muhaddatsah/Hiwar (Percakapan)
Sasaran muhaddatsah/hiwar adalah untuk meraih kemampuan menggunakan bahasa Arab secara aktif. Pelajaran ini i sya Allah bermanfaat untuk orang-orang yang membutuhkan percakapan sehari-hari dalam bahasa Arab, misalnya orang non-Arab yang akan bermukim di wilayah yang penduduknya berbahasa Arab. Dapat pula bermanfaat bagi orang-orang yang ingin menambah kosakatanya dalam bahasa Arab agar mempermudah pada saat menelaah kitab berbahasa Arab (sehingga tidak perlu sering membuka kamus).

(3) Khath
Sebagaimana dalam bahasa-bahasa lain, dalam bahasa Arab pun terdapat berbagai bentuk keterampilan, yaitu membaca, berbicara, menulis, dan mendengarkan. Khath adalah bidang ilmu yang mengajarkan tata cara menulis aksara-aksara arab (lebih kita kenal dengan istilah “huruf hijaiyyah”), baik pada saat aksara tersebut berdiri sendiri maupun pada saat bersambung dengan aksara lain.

Tetap Ingat yang Satu Ini

Bahasa Arab adalah ilmu yang menjadi sarana untuk memahami cabang-cabang ilmu syariat yang lain. Karena itulah, kita sepatutnya bersungguh-sungguh mengejar ilmu bahasa Arab di jalan mana pun yang mesi ita susuri. Namun, tetaplah ingat bahwa ilmu adalah makanan (bagi jiwa), maka perhatikanlah dari siapa ilmu bahasa Arab kita peroleh. Pilihlah guru yang lurus akidahnya dan bersih pemahamannya tentang Islam. Sungguh banyak orang yang pandai berbahasa Arab, tetapi kepandaiannya itu justru menyesatkannya semakin jauh dari jalan kebenaran, karena ilmu tersebut diperolehnya dari orang-orang yang kelam pandangannya dan sungguh buruk pemahamannya tentang Islam.

Demikianlah sedikit ilmu yang dapat kita jikmati bersama kali ini. Semoga bermanfaat dan beralir berkah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi kita semua.

Saudariku, Belajar bahasa Arab sungguh menyenangkandan bermanfaat. Selamat mencoba.

Maraji’ (referensi):
- Kitabul ‘Ilmi, Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, 1426 H/2005 M, Kairo: Maktabah Islamiyah.
- Qawa’idul Asasiyyah (Cetakan ke-3), 1427 H/2007 M, Beirut: Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah.

***

Sultan Abdul Hamid II: Sang Pembela Sejati Palestina


REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sejak zaman Kesultanan Turki Utsmani, bangsa Israel sudah berusaha tinggal di tanah Palestina. Kaum zionis itu menggunakan segala macam cara, intrik, maupun kekuatan uang dan politiknya untuk merebut tanah Palestina.

Di masa Sultan Abdul Hamid II, niat jahat kaum Yahudi itu begitu terasa. Kala itu, Palestina masih menjadi wilayah kekhalifahan Turki Utsmani. Sebagaimana dikisahkan dalam buku Catatan Harian Sultan Abdul Hamid II karya Muhammad Harb, berbagai langkah dan strategi dilancarkan oleh kaum Yahudi untuk menembus dinding Kesultanan Turki Utsmani, agar mereka dapat memasuki Palestina.

Pertama, pada 1892, sekelompok Yahudi Rusia mengajukan permohonan kepada Sultan Abdul Hamid II, untuk mendapatkan izin tinggal di Palestina. Permohonan itu dijawab Sultan dengan ucapan ''Pemerintan Utsmaniyyah memberitahukan kepada segenap kaum Yahudi yang ingin hijrah ke Turki, bahwa mereka tidak akan diizinkan menetap di Palestina''. Mendengar jawaban seperti itu kaum Yahudi terpukul berat, sehingga duta besar Amerika turut campur tangan.

Kedua, Theodor Hertzl, Bapak Yahudi Dunia sekaligus penggagas berdirinya Negara Yahudi, pada 1896 memberanikan diri menemui Sultan Abdul Hamid II sambil meminta izin mendirikan gedung di al-Quds. Permohonan itu dijawab sultan, ''Sesungguhnya Daulah Utsmani ini adalah milik rakyatnya. Mereka tidak akan menyetujui permintaan itu. Sebab itu simpanlah kekayaan kalian itu dalam kantong kalian sendiri''.

Melihat keteguhan Sultan, mereka kemudian membuat strategi ketiga, yaitu melakukan konferensi Basel di Swiss, pada 29-31 Agustus 1897 dalam rangka merumuskan strategi baru menghancurkan Khilafah Utsmaniyyah. Karena gencarnya aktivitas Zionis Yahudi akhirnya pada 1900 Sultan Abdul Hamid II mengeluarkan keputusan pelarangan atas rombongan peziarah Yahudi di Palestina untuk tinggal di sana lebih dari tiga bulan, dan paspor Yahudi harus diserahkan kepada petugas khilafah terkait. Dan pada 1901 Sultan mengeluarkan keputusan mengharamkan penjualan tanah kepada Yahudi di Palestina.

Pada 1902, Hertzl untuk kesekian kalinya menghadap Sultan Abdul Hamid II. Kedatangan Hertzl kali ini untuk menyogok sang penguasa kekhalifahan Islam tersebut. Di antara sogokan yang disodorkan Hertzl adalah: uang sebesar 150 juta poundsterling khusus untuk Sultan; Membayar semua hutang pemerintah Utsmaniyyah yang mencapai 33 juta poundsterling; Membangun kapal induk untuk pemerintah dengan biaya 120 juta frank; Memberi pinjaman 5 juta poundsterling tanpa bunga; dan Membangun Universitas Utsmaniyyah di Palestina.

Namu, kesemuanya ditolak Sultan. Sultan tetap teguh dengan pendiriannya untuk melindungi tanah Palestina dari kaum Yahudi. Bahkan Sultan tidak mau menemui Hertzl, diwakilkan kepada Tahsin Basya, perdana menterinya, sambil mengirim pesan, ''Nasihati Mr Hertzl agar jangan meneruskan rencananya. Aku tidak akan melepaskan walaupun sejengkal tanah ini (Palestina), karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka.''

Sultan juga mengatakan, ''Yahudi silakan menyimpan harta mereka. Jika suatu saat kekhilafahan Turki Utsmani runtuh, kemungkinan besar mereka akan bisa mengambil Palestina tanpa membayar harganya. Akan tetapi, sementara aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku daripada melihat Tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islamiyah. Perpisahan adalah sesuatu yang tidak akan terjadi. Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selagi kami masih hidup.''

Sejak saat itu kaum Yahudi dengan gerakan Zionismenya melancarkan gerakan untuk menumbangkan Sultan. Dengan menggunakan jargon-jargon "liberation", "freedom", dan sebagainya, mereka menyebut pemerintahan Abdul Hamid II sebagai "Hamidian Absolutism", dan sebagainya.

''Sesungguhnya aku tahu, bahwa nasibku semakin terancam. Aku dapat saja hijrah ke Eropa untuk menyelamatkan diri. Tetapi untuk apa? Aku adalah Khalifah yang bertanggungjawab atas umat ini. Tempatku adalah di sini. Di Istanbul!'' Tulis Sultan Abdul Hamid II dalam catatan hariannya.

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/10/07/14/124626-sultan-abdul-hamid-ii-sang-pembela-sejati-palestina

Sistem PERS Negara Khilafah menjawab pro-kontra RPM Konten multimedia



JOGJA: Untuk menghindari dominasi atau kepentingan dari pihak-pihak tertentu terhadap media di Indonesia, sistem pers negara khilafah yang peraturannya berdasarkan syariat agama dan melibatkan lembaga penerangan atau pers negara dan swasta dinilai perlu diterapkan.

Menurut Febrianti Abassuni, Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI), dalam sistem pers negara khilafah, lembaga penerangan negara berfungsi sebagai lembaga nonprofit, wadah sosialisasi kebijakan negara, edukator warga negara, dakwah Islam ke luar negeri hingga propaganda politik ke luar negeri. “Sedangkan lembaga pers swasta berfungsi sebagai penyebar informasi, pendidikan, hiburan, kontrol Islam atau dalam istilah Islam amar ma’ruf nahi munkar dan bisa juga berfungsi sebagai lembaga profit atau ekonomi,” katanya saat seminar sistem pers di Indonesia di University Center UGM, beberapa waktu yang lalu.

“Dalam pengaturan pers swasta, setiap warga berhak mendirikan lembaga pers swasta tanpa perlu ijin pendirian dari negara namun wajib melaporkannya pada negara,” jelasnya lagi. Lembaga pers swasta, ujarnya, tidak boleh digunakan sebagai jalan bagi pihak tertentu untuk melemahkan negara. “Mereka juga bebas mengelola pemberitaannya sepanjang tidak bertentangan dengan syariah atau perundang-undangan. Dan apabila terjadi pelanggaran, insan pers atau pimpinan lembaga pers yang bersangkutan diajukan ke pengadilan, bukan dibredel,” ungkapnya. Febrianti menuturkan, beberapa substansi perundangan, antara lain berita terkait pertahanan keamanan negara, hanya diambil dari lembaga penerangan resmi negara dan hanya memberitakan sesuatu yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya serta tidak menyebarkan ide yang bertentangan dengan aqidah Islam.

“Komunitas non muslim berhak mendirikan lembaga pers bagi kepentingan pengajaran agama khusus komunitas. Selain itu juga tidak diperbolehkan untuk menyebarkan ghibah atau berita mengenai individu yang tidak diinginkannya untuk di beritakan kecuali terkait kedzoliman penguasa. Tidak pula diperkenankan untuk menyebar fitnah,” jelasnya. Menurutnya, sistem pers negara kapitalis tidak tepat diterapkan di Indonesia karena menyebabkan masyarakat sipil yang lemah harus berhadapan dengan korporasi global yang memiliki kekuatan lebih besar dari negara. Sistem tersebut, lanjutnya, juga mengakibatkan jati diri bangsa yang berketuhanan serta kedaulatan dan kepentingan negara menjadi terancam akibat opini nasional dan internasional yang dibentuk oleh kekuatan asing. “Pers adalah salah satu pilar yang dapat digunakan untuk mengkokohkan posisi suatu korporasi sehingga perlunya penerapan sistem pers negara khilafah,” ujarnya.